Selasa, 03 November 2009

Ontologi Musik

Oleh : Gugun Arief Gunawan


Musik berawal dari suara. Ada jutaan suara di dunia ini, yang tak semuanya bisa didengar manusia. Manusia hanya bisa mendengar suara dalam batas frekuensi tertentu. Frekuensi yang terlalu tinggi atau terlalu rendah, tak bisa didengar manusia. Tapi suara itu tetap hadir. Dengan demikian, keadaan tanpa suara tak benar-benar ada. Karena setiap saat atom-atom di semesta ini terus bergetar. Dan suara....berasal dari getaran.

Manusia mengambil beberapa suara tertentu saja untuk mereka gubah menjadi musik. Pada awalnya mereka mengambil ritme. Irama adalah bagian dari sifat alam. Bumi berputar dalam periode yang konstan, pergantian musim yang mengikutinya, jalannya hari-hari dll merupakan manifestasi dari irama. Manusia sebagai bagian dari alam memiliki perasaan (sense) terhadap keberadaan irama secara alami. Dengan demikian mereka bisa mengenali irama yang mewujud dalam bentuk apapun. Karena manusia makhluk yang bernalar, mereka bisa mengimitasi sense of rhytm itu dalam karya mereka. Manusia bisa menciptakan bentuk-bentuk yang teratur dan berpola.

Bentuk musik paling awal mungkin berupa permainan perkusi yang menonjolkan irama. Ini adalah perkembangan musik pada tahap dasar. Lalu manusia tertarik pada bermacam-macam jenis bunyi. Sehingga alat-alat musik berkembang lebih jauh lagi. Mereka menciptakan alat yang bisa menghasilkan bunyi yang lebih teratur, halus dan enak didengar. Mereka juga mengembangkan alat musik yang bisa menghasilkan bermacam-macam bunyi. Berbeda tinggi rendahnya.


Dari situlah manusia baru kemudian bermain dengan melodi, sederet bunyi yang disusun karena perbedaan tinggi dan rendahnya. Tak lama kemudian ditemukan bahwa kombinasi urutan tertentu dari bunyi menciptakan nuansa yang berbeda. Saat itulah tangga nada mulai dikenal. Kemudian manusia mengutak-atik deretan bunyi tersebut, lalu disusunlah hukum-hukum harmoni yang pertama. Ditemukan bahwa 2 nada atau lebih jika disusun akan menciptakan nuansa tertentu. Juga diketahui bahwa antar nada memiliki keterkaitan tertentu yang berpengaruh pada kenikmatan mendengar lagu.

Harap diingat bahwa persepsi artistik dan estetik manusia selalu berkembang. Pada masa tersebut hukum-hukum tersebut sangat dipatuhi sehingga jika ada karya yang melenceng dari hukum tersebut, maka karya tersebut dianggap tidak indah. Rule of art semacam ini menjadi pedoman berkarya para musisi selama beberapa kurun waktu. Sampai ada seseorang yang kemudian berani merubahnya. Kesimpulannya, persepsi estetika manusia pun bergerak. Seperti halnya pemikiran, ilmu pengetahuan, teknologi dan filsafat.


Unsur musik utama adalah nada, irama, harmoni, melodi, timbre


nada=satuan terkecil dari musik
irama=pola gerakan nada yang berulang
harmoni=paduan 2 nada atau lebih yang menimbulkan nuansa tertentu
melodi=gerakan tinggi rendah nada yang berlandaskan irama dan harmoni
timbre=warna suara

Jadi apakah musik?

Seperangkat nada yang digubah dalam susunan dan durasi tertentu. Jadi waktu merupakan hal yang sangat penting dalam musik.

Jika kita menilik makna dasar dan melihat asal-usul nada, musik atau bukan menjadi tak berarti. karena semua adalah bunyi. Seperti melihat proton, dan neutron dimana materi tak memiliki batas lagi. Apa bedanya proton dan neutron sebuah meja dengan yang ada pada tubuh manusia? Apa bedanya satu getaran yang menghasilkan nada C pada karya Mozart dengan getaran yang menggerakkan daun-daun di hutan Kalimantan?

Sunyi dalam musik

Sunyi tak pernah benar-benar ada selama atom-atom semesta bergetar. Tapi karena keterbatasan indera manusia (di mana kita harus bersyukur karena itu) ada bunyi-bunyi yang tereliminasi dari pendengaran manusia. Dalam musik ada beberapa bagian yang kosong (pause) meski itu cuma sepersekian detik. Jadi musik tak melulu nada yang bergerak tapi jalinan antara bunyi dan sunyi. Komposer Amerika, John Cage, pernah membuat terobosan dengan membuat komposisi yang hanya terdiri dari sunyi.

Inilah pemahaman dasar tentang musik.
---------------------------------------------------------------------------
Gugun Arief Gunawan, seorang komposer otodidak, beliau belajar menulis skor musik dengan membaca dan mendengarkan. Sekarang tinggal di Blitar Jawa Timur.
---------------------------------------------------------------------------
Foto : http://gugunarief.blogspot.com/